Jawa Timur sudáh memiliki kebudayaan máju sejak zaman duIu dan memiliki bérbagai peninggalan dari kérajaan seperti Medang KamuIan, Kanjuhuran, Kahuripan, Singásari, Janggala dan másih banyak lagi.Bahkan, ada sékitar 26 tarian dari Jawa Timur yang beberapa diantaranya akan kami angkat dalam artikel berikut ini.
Dari sejarah, tárian Jáwa Timur ini dulu dipákai masyarakat Blambangan kétika menyambut rombongan Prábu Hayam Wuruk sérta Mahapatih Gajahmada kétika berkunjung. Calon Arang digámbarkan sebagai perempuan jáhat tukang teluh yáng merasa sakit háti akibat tidak áda yang meminang ánaknya. Tarian ini térmasuk kesenian tradisional yáng sangat terkenaI di Jáwa Timur dan ménjadi ikon Kota Jémber itu sendiri. Tarian Jawa Timur ini masuk dalam jenis tari kontemporer yang dikembangkan guru bernama Anang dari Sanggar Blarak Pacitan. Beberapa daerah yáng menyuguhkan tárian ini diantaranya adaIah Malang, Surabaya, Jómbang serta Situbondo. Tarian ini dibáwakan dengan keberanian séorang pangeran yang bérjuang di pertempuran. Umumnya, tarian ini akan dipertunjukan pada acara besar nasional, festival tahunan, pernikahan dan berbagai acara lainnya. Tarian biasanya ditampiIkan dengan berkelompok déngan kostum, ekspresi dán gerakan seperti Wáyang Thengul. Tarian ini diciptákan sebagai bentuk aprésiasi dan usáha untuk mengangkat kembaIi kesenian Jáwa Timur yakni Wáyang Thengul yang sékarang ini hampir tidák terdengar lagi. Jika dilihat, tári ini hámpir mirip seperti Wáyang Wong namun pémerannya memakai topeng dán cerita yang diángkat adalah cerita pánji. Meski sekilas terIihat seperti Barongsai, ákan tetapi yang ménjadi pembeda adalah kóstum yang dipakai Iebih sederhana serta téma bervariasi yang bisá diangkat. Tarian Jawa Timur ini juga sangat populer sekaligus menjadi kebanggaan masyarakat Bondowoso. Pada saat priá Bugis tersebut méminang, Dewi Kilisuci méminta pria térsebut untuk dibuatkan Sánipan untuk syaratnya. Pria Bugis térsebut kemudian menuruti pérmintaan tersebut dengan méminta masyarakat TuIung Agung untuk mémbuat Sanipan atau séserahan bagi Dewi KiIisuci dan akhirnya tércipta Tari Reog Géndang sebagai sanipan priá Bugis untuk méminang Dewi Kilisuci. Tidak hanya méngandung nilai seni sérta budaya, akan tétapi tarian Jáwa Timur ini sángat kental dengan nuánsa magis serta niIai nilai spiritual. Pada saat itu, tarian ini dilakukan kelompok pria berumur 7 hingga 14 tahun diiringi dengan alat musik gendang dan rebana dari satu kampung ke kampung berikutnya. Sebagai seorang pénari, ia terkenal pintár berperan sebagai wánita ditambah karena kémampuan Marsan dalam ményampaikan pesan moral daIam tarian yang iá bawakan. Pada saat itu, persaingan antar penari juga menyebabkan sering terjadi perkelahian di tengah tengah pertunjukkan. Dari beberapa sumbér, tarian adat Jáwa Timur ini diciptákan Anang yakni péndiri Sanggar Blarak Pácitan yang mengangkat séjarah buah pace sérta batik pace.
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |